JAKARTA-Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang melakukan penyelidikan terhadap peranan Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dalam kasus dugaan korupsi impor baja atau besi.
Dijelaskan, lebih spesifiksnya adalah kasus korupsi impor baja paduan dan produk turunannya pada 2016 hingga 2021. Dalam kasus ini, penyidik baru menetapkan satu tersangka atas nama Tahan Banurea yang pernah menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Barang Aneka Industri pada Direktorat Impor Dirjen Daglu Kemendag.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan bahwa Indrasari dalam posisinya sebagai pejabat telah melakukan pengecekan secara berjenjang dan memberikan pengesahan atau tanda tangan terhadap pemberian izin korupsi impor baja tersebut.
“Kasi (Tahan Banurea) memberikan paraf pada draf Sujel (surat penjelasan) dan melakukan pengecekan secara berjenjang sampai dengan Direktur. Kemudian diajukan ke Dirjen Daglu Kemendag RI untuk dilakukan pengesahan atau tanda tangan, selanjutnya dikirimkan kepada pelaku usaha atau importir,” kata Ketut kepada sejumlah wartawan Jumat, (20/5/2023)
Selain Diduga Berperan Dalam Kasus Impor Baja, Indrasari Juga Tersangka Ekspor Sawit
Indrasari saat ini juga berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Ketut menjelaskan bahwa Tahan memproses draf persetujuan impor besi baja, baja paduan dan turunannya ketika menjabat sebagai pejabat struktural pada periode 2018 hingga 2020.
Ia sempat berada di posisi Kasubdit Barang Aneka Industri dan Bahan Baku Industri yang salah satu tugasnya adalah melakukan pengecekan terhadap permohonan impor yang masuk.
“Pernah diajak oleh Kasubdit Barang Aneka Industri (MA) untuk mengetik konsep Sujel yang disampaikan secara langsung atau lisan kepada Dirjen Daglu (IWW) perihal penjelasan pengeluaran barang,” ucapnya.
Namun, Ketut tak merinci lebih lanjut mengenai daftar perusahaan yang diurus oleh tersangka ataupun Kemendag sehingga mendapat izin persetujuan impor dengan cara melawan hukum.
Ketut hanya mengatakan bahwa Tahan pernah menerima uang sebesar Rp50 juta sebagai imbalan untuk pengurusan Sujel. Kejagung pun baru menetapkan satu orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Tahan dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau, pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, Kejagung sempat mengungkap ada 6 (enam) perusahaan yang mengimpor baja paduan menggunakan surat penjelasan yang bermasalah itu. Ketut mengatakan bahwa surat itu didasari permohonan importir untuk mengadakan material konstruksi proyek pembangunan jalan dan jembatan.
“Dengan dalih ada perjanjian kerja sama dengan perusahaan BUMN,” jelasnya.
Adapun perusahaan dimaksud ialah PT Waskita Karya; PT Wijaya Karya; PT Nindya Karya dan PT Pertamina Gas (Pertagas).
Namun, keempat perusahaan pelat merah itu ternyata tak pernah melakukan kerja sama pengadaan material dengan para importir sebagaimana termaktub dalam permohonan. Jadi benarkah Dirjen Daglu Kemendag ada peranan dalam kasus impor baja? (/ims